Senin, 14 November 2016

AKSI MAFIA GULA DAN TEKAD PRESIDEN JOKOWI UNTUK HENTIKAN KRAN IMPOR GULA

Pemerintahan Joko Widodo & Jusuf Kalla mencanangkan target swasembada gula pada 2017. Namun banyak yang meragukan target tersebut akan tercapai. Pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan koordinasi dari bidang-bidang terkait, sekaligus mengurangi gerak atau peluang dari para spekulan atau mafia gula.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu pemerintah dikejutkan dengan membanjirnya gula mentah atau sugar raw ke pasaran. Ini ulah dari mafia gula di kementerian perdagangan. Mereka memasukan gula mentah atau sugar raw sejumlah 3,2 juta ton ke pasar dalam negeri. Padahal, yang dibutuhkan hanya 2 juta ton saja untuk diproses menjadi gula rafinasi yang digunakan untuk industri makanan dan minuman.
Pergerakan tersebut adalah sebuah kesengajaan untuk mengeruk keuntungan besar: membanjiri pasar dengan gula rafinasi dengan harga yang jauh lebih murah dari gula lokal atau gula putih Kristal.
Dampak dari banjirnya gula rafinasi dipasar bukan saja merugikan petani tebu lokal dan BUMN perkebunan secara ekonomi. Akan tetapi juga sangat membahayakan kesehatan masyarakat yang langsung mengkonsumsi gula rafinasi karena dapat meningkatkan jumlah penderita diabetes di Indonesia.
Gula rafinasi itu berbahaya karena gula itu untuk industri makanan minuman, jadi perlu ada pengolahan lagi kalau mau dikonsumsi, dibandingkan gula hasil produksi dari tumbuhan tebu yang jauh lebih sehat.
Sementara dari sisi ekonomi, dengan semakin maraknya peredaran gula rafinasi di pasar ritel tersebut mengakibatkan harga gula yang berbahan baku dari tebu turut jatuh padahal gula itu yang lebih layak konsumsi.
Oleh karena itu sangat wajar jika Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak Presiden Jokowi yang pernah berjanji saat kampanye pilpres untuk mencabut izin impor gula rafinasi untuk merealisasikannya dan memajukan industri lokal.
Tidak hanya itu, demi menciptakan swasembada gula, mereka juga mengimbau kepada pemerintah untuk menata ulang manajemen yang berkualitas dan yang benar-benar mengerti terhadap industri gula
Selain mencabut izin, Presiden Jokowi diminta untuk mencopot menteri perdagangan yang mengizinkan impor gula rafinasi melebih keperluan industri. Mendag disebut-sebut tidak mampu mengaplikasikan janji presiden terhadap petani tebu untuk mengurangi impor gula rafinasi serta tidak mampu memberantas mafia impor gula rafinasi.
Menyikapi tuntutan agar pemerintah menghentikan impor gula, Presiden Jokowi berulangkali menyatakan bahwa kesetujuannya menghentikan impor gula jika hal itu merugikan bagi petani.
“Kalau memang merugikan petani, dan gula di Indonesia cukup, gampang saja, kita setop impor gula,” kata Jokowi pada acara “jagongan” (bincang santai) dengan ribuan petani di padepokan milik Ketua Aosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil di Desa Tanggul Kulon, Kecamatan Tanggul, Jember, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Ahmad, petani asal Blora, Jawa Tengah, meminta mantan Wali Kota Surakarta itu menghentikan kebijakan mendatangkan gula dari luar negeri karena hal tersebut telah membuat gula milik petani tidak laku.
Selain soal gula impor, pada kesempatan itu Jokowi juga mendengar banyak keluhan dari para petani, mulai dari harga gula yang rendah hingga hal yang berurusan dengan rendemen tebu.
Rupiah, petani asal Semboro, Jember, mengemukakan bahwa harga gula milik petani di pasaran tidak bisa mencapai harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp8.500,00.
Rozi, petani asal Kabupaten Lumajang mengingatkan Jokowi tentang pentingnya meremajakan mesin-mesin tua yang kini ada di sejumlah pabrik gula (PG) karena hal itu berpengaruh pada hasil produksi gula.
Karena mesin yang sudah tua, kata dia, dalam 1 kuintal tebu dengan rendemen sekitar 7 persen, petani hanya bisa menghasilkan 5 kilogram gula.

“Bayangkan Bapak, dari 1 kuintal tebu hanya mendapatkan 5 kilogram gula. Kalau mesin bagus, hasil yang kami dapatkan pasti tidak serendah itu,” katanya.
Mendapatkan keluhan itu, Jokowi mengemukakan akan segera menghitung persoalan yang berkait dengan tebu dan gula, termasuk kemungkinan subsidi untuk petani tebu.
Ia mengemukakan bahwa kedatangannya ke Kabupaten Jember saat ini untuk mengetahui secara langsung persoalan yang dihadapi rakyat dari kalangan petani tebu.
“Saya ke sini untuk mendengarkan keluhan dari panjenengan semua. Dengan begini saya tahu persoalan petani apa, dan bapak ibu sekalian pasti juga punya solusi,” demikian dikemukakan presiden kala itu.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar